Mengubah gaya hidup menjadi #ZeroWaste ternyata menyimpan
berbagai pengalaman mengasyikkan. Saya sendiri terpaksa memulai gaya hidup ini
semenjak memegang kasus uji materiil terhadap sebuah peraturan yang mempercepat
pembangunan proyek-proyek insinerator di tujuh daerah. Berawal dari
argumen-argumen melawan pembakaran sampah, kelompok ini kemudian memajukan
sebuah solusi pengelolaan sampah yang berorientasi meminimalisir timbulan
sampah, yang disebut #ZeroWaste. Sebagai anak hukum yang tadinya hanya
berstatus tim hukum, saya terjebak ke rentetan perubahan-perubahan personal
agar #ZeroWaste dapat terwujud – atau setidaknya lebih banyak dianut banyak
individu.
Tulisan ini tidak akan menceritakan pengalaman saya,
melainkan pengalaman seorang teman saya yang karena inisiatifnya sendiri mulai
membiasakan diri mengubah kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang menimbulkan
sampah menjadi #ZeroWaste.
Nanda Sihombing, mantan rekan yang kemudian menjadi salah satu teman
saya yang paling gesrek, seorang dara Katab yang sinamotnya bernilai milyaran
ratusan juta rupiah (bisa nego). Sebagai puteri Batak sejati, ketika
ingin melakukan sesuatu, Nanda akan all
out dalam daya upayanya. Tulisan ini didedikasikan sebagai dokumentasi
argumen-argumen berharga Nanda sebagai #KonsumenCerdas, yang tidak bisa
melepaskan diri dari jasa pengantaran makanan, namun mengoptimalkan posisinya
sebagai konsumen untuk menuntut, memprotes dan menyarankan perubahan-perubahan
yang berorientasi #ZeroWaste kepada restoran-restoran tempat ia mencari
makanan. Sebagaimana kita semua alami, salah satu tantangan Nanda dalam
meminimalisir timbulan sampahnya adalah order pesan antar makanan. “Kalau pesan
antar, banyak banget sendok plastik dan styrofoam-nya!” ujar Nanda.
Alhasil, Nanda senantiasa meminta kepada provider jasa pesan antar untuk tidak
menyertakan sendok plastik dan styrofoam.
“Tapi suka khilaf juga kalau lagi lapar dan lupa request,” akunya.
Jika terpaksa memesan makanan yang dibungkus dengan
styrofoam, atau baru pertama kali memesan dan ternyata tidak diberikan pilihan
no-styrofoam, Nanda akan mengoptimalkan
fitur review atau pengulasan yang ada
di situs-situs ulasan restoran untuk meminta perusahaan mengubah kebijakan
pembungkusan makanannya, yang mana favorit Nanda adalah Zomato. Coba saja klik
profil Nanda di Zomato, dan mungkin anda akan menemukan serangkaian komplain
Nanda terharap restoran yang boros kemasan atau mengemas makanan secara tidak
ramah lingkungan. Setidaknya, satu protes Nanda membuahkan hasil!
“Aku pernah lho di Zomato mengomentari ke restoran, aku
bilang kalau pesan antar jangan styrofoam
tapi boks kotak kertas biasa saja biar ramah lingkungan. Ternyata ditindaklanjuti!”
ujar Nanda girang. Dua minggu setelah ia memasukkan komentarnya, Nanda
mengorder makanan lagi, dan ternyata restoran tersebut sudah menggunakan boks
kertas. Restoran tersebut adalah sebuah kedai masakan Turki di Kemang yang
bernama Warung Turki by Turkuaz.
Tapi, tidak semuanya membuahkan hasil manis. Contohnya,
Anomali Coffee, yang menurut Nanda “bisa menjadi pemimpin agen perubahan,
mendukung ekonomi lokal dan go green!”
Namun, Nanda dikecewakan Anomali karena kebijakan warung kopi tersebut, yang
menyajikan kopi dan the dingin dalam plastik, sekalipun untuk minum di tempat. “Aku
kan langganan Anomali setiap akhir minggu, ngerjain tugas. Terus aku kirim
surel ke managernya, bilang kalau es kopi dan es the mereka itu nggak make sense pakai plastik semua meskipun
minum di tempat!” Namun, sayangnya surel Nanda tidak ditanggapi oleh manager
Anomali. “Malahan, muka aku dihafal sama semua karyawannya!” canda Nanda sambil
tertawa. Nanda menambahkan, meskipun Anomali memiliki promo potongan Rp 5.000,-
kalau bawa Tumblr sendiri, potongan tersebut sangat sulit mendapatkan respon
untuk pesan antar. “Aku cuma sukses pesan Anomali satu kali dengan Tumblr,” lanjut
Nanda.
Cara ini diakui Nanda cukup efektif, dan cukup mudah
implementasinya. “Kadang kan pesenan minum aku suka dikasih plastik, tuh. Aku
biasanya ngomel. Dengan sedikit ancaman online
review biasanya mereka nurut. Kali berikutnya aku datang [pesan], mereka
akan menghindari pakai sedotan plastik,” ujarnya. Sehari-hari, Nanda memang
menggunakan sedotan stainless steel untuk
menggantikan sedotan plastik. “Aku berhenti pakai sedotan plastik setelah lihat
video penyu yang hidungnya kena sedotan,” ucapnya sedih.
Selain memanfaatkan fitur ulasan, utamanya Nanda
mengoptimalkan penggunaan kotak makanan dan tumblr untuk pembelian makan siang
dan jus di sekitar kantornya. “Kalau beli jus aku bawa Tumblr sendiri! Nggak
pake sedotan juga. Temen aku pun kalau nitip aku kasih syarat nggak boleh
diplastikin,” ujar Nanda. Hal ini, menurutnya, juga merupakan trik, “Karena aku
nggak ambilin sedotan plastik, jadi teman-teman nitip ke aku kalau kepepet aja,”
ujarnya girang. Selain Tumblr, Nanda juga mengoptimalkan fungsi tempat makanan
yang tersedia di kantor untuk memesan makan siang.
Jadi, untuk teman-teman yang tidak bisa melepaskan diri dari
jasa pesan antar makanan, cara Nanda ternyata bisa kita coba juga nih. Sebagai
#KonsumenCerdas, kita bisa mencoba memanfaatkan fitur ulasan di website, atau
seperti Nanda, meminta penyedia jasa untuk meminimalisir praktek-praktek tidak
ramah lingkungan dalam pembungkusan makanan. Mencantumkan “jangan pakai
styrofoam yaa!” atau “tolong tidak perlu sertakan sendok plastik / sedotan
plastik” dalam detail pesanan tidak sulit, kan?
Yuk kita coba jadi #KonsumenCerdas seperti Nanda! Kalau kamu punya pengalaman serupa, tulis dong ulasan tuntutan #ZeroWaste kamu di fitur komentar!