DISCLAIMER: Anda dipersilakan segera menutup halaman ini jika pencarian Anda ditujukan untuk mendapatkan informasi jalan-jalan ‘murah-meriah’ dengan itinerary rapih. Trip ini sangat overpriced, tidak terorganisir, penuh bencana, namun sangat menyenangkan karena kejutan yang tak habis-habis ditawarkannya. Seperti tulisan saya mengenai Labuan Bajo, tulisan ini dibuat dalam bahasa Indonesia karena hanya segelintir pejalan Indonesia yang saya temui. Info yang lebih berguna akan saya lanjutkan dalam rangkaian blogpost berkala sesempatnya.
24 Mei 2014
– 2 Juni 2014
Rute Perjalanan
Kupang –
Rote – Kupang – Maumere – Moni – Ende – Ruteng – Wae Rebo – Ruteng – Ende –
Moni – Maumere (Cat: Moni & Maumere di bagian akhir perjalanan merupakan
perjalanan ‘terpaksa’ karena letusan Gn. Sangiang yang menyebabkan tidak
terbangnya pesawat dari Ende)
Major Expenses (approximately)
IDR 1,200k Tiket
Jakarta – Kupang
IDR
400k Tiket
Kupang – Maumere
IDR
2,300k Tiket
Maumere – Denpasar – Jakarta
IDR
150k Ferry
Kupang – Rote (one way)
IDR
50k Akomodasi/hari
(rata-rata kamar 75k – 150k)
IDR 500k –
600k Sewa mobil/hari
& supir (exl’ bensin)
IDR
150k Bensin/hari
(bergantung jarak)
IDR 30k – 60k Makan dan
jajan/hari
IDR
6,813.5k* TOTAL
personal expenses (hedon & happy)
*) Tidak
termasuk oleh-oleh
Highlight
Perjalanan
ini menghabiskan 10 hari, jutaan rupiah, dan tim ‘ketemu di jalan’ yang
senantiasa berganti-ganti dan menyebabkan saya berinteraksi dengan begitu banyak orang-orang yang tak terduga. Setelah niatan saya, Nisa, dan Aso untuk melakukan
perjalanan Timor Barat dan Timor Timur kandas lantaran seorang copet apes
mengambil dompet saya yang berisi dua ribu rupiah, passport, KTP dan ATM, kami
memutuskan tetap berangkat dengan bermodalkan tekad menyelundupkan saya ke
Timtim. Sayangnya Tuhan YME mencegah niat buruk itu dengan mempertemukan kami
dengan pejalan lain yang memiliki itinerary
lebih mumpuni yang mengiming-imingi kami dengan efisiensi ongkos jika kami
bergabung. Dengan segala kengileran, maka berubahlah trip Timor kami menjadi
trip Timor – Flores.
Ladang padi gogo di pinggiran jalan P. Rote, Kab. Rote-Ndao, NTT |
Kupang dan
Rote, yang merupakan tujuan awal saat niat kami masih teguh untuk jalan-jalan
kere di Timor, kami tempuh dengan sangat efisien pada hari-hari pertama. Kami
mendarat siang hari dan menghabiskan hari mengunjungi Pantai Lesiana yang sepi,
terpukau dengan babi dan sapi di perkampungan penduduk di sekitarnya, menengok
pembuatan tuak menjadi gula aren, dan makan dengan rakus di Pasar Malam dekat
pantai Timor setelah kalap melihat ikan kerapu besar seharga IDR 35k. Hari
kedua dan ketiga kami habiskan di Rote, lagi-lagi termangu-mangu melihat
pantai-pantai dan bukit-bukit yang kosong dengan hanya kuda, sapi, babi,
kerbau, kambing, hingga anomali-anomali lain sebagai penguasa jalan.
Pantai Nemberala, P. Rote (photo by: Untung Sihombing) |
Selanjutnya, kekhilafan dimulai semenjak tiket ke Maumere kami beli dengan
impulsif melalui koneksi travel, dengan Nisa dan Aso berniat mencapai Kelimutu
dan saya berambisi sampai Wae Rebo. Hari keempat kami habiskan di jalan
diwarnai obrolan dengan supir kami tersayang, Kak Herman, yang begitu mencapai
Moni mengizinkan kami melanjutkan obrolan bersama para supir, orang lokal, dan
penjaga villa yang semuanya teman-temannya. Hingga hari kelima kami masih di
Moni dan gagal total mendapatkan pemandangan Kelimutu barang sejengkalpun
karena kabut yang membuat kami melihat jelas hanya pada jarak pandang 5 meter.
Pelabuhan Maumere, Kab. Sikka, NTT (photo by: Untung Sihombing) |
Malam hari kami sampai di Ruteng dan di hari keenam terbengong-bengong lagi
dengan sawah berbentuk jarring laba-laba di Cancar dan jalanan panjang dengan
ojek ke Denge, desa terakhir yang menjadi titik awal perjalanan ke Wae Rebo. Di
hari itu juga, kami mendaki dan menetap di sana hingga hari ketujuh. Begitu
turun dan berpisah dengan rombongan, saya langsung diharapkan pada perjalanan
dengan drama kejar-kejaran tunggu-tungguan bus Ruteng – Ende hingga saya dan
tukang ojek berkomplot membuat skenario demi merayu supir bus agar menunggu
saya yang masih di jalan dari Denge. Namun drama tetap berlanjut sampai hari
kedelapan, dimana pesawat Ende – Kupang yang sudah hampir boarding memutuskan
tidak terbang di detik-detik terakhir karena letusan Gunung Sangiang di P.
Sangiang, dekat Sumbawa. Sekalipun demikian, sangat kebetulan bahwa hari itu
adalah hari Kesaktian Pancasila yang diperingati sangat meriah di Ende. Hari
kesembilan, setelah mengantongi tiket Maumere – Denpasar – Jakarta keesokannya,
saya kembali bergerak menuju Maumere dan memutuskan mampir di Ende, mendulang
peruntungan saya dengan Kelimutu. Akhirnya, setelah puas dengan Kelimutu jilid
II dan dengan ketidaksengajaan ke Maumere, saya bisa bertemu keluarga saya
waktu KKN di Palu’e, Kab. Sikka, yang kebetulan menetap di Maumere. Serta
tentu, belanja tenun ikat di pasar!
Sawah jaring laba-laba, Cancar, Kab. Manggarai, NTT |
Wae Rebo, Kab. Manggarai, NTT |
Pantai Batu Hijau, Ende, Kab. Ende, NTT |
Kelas
menengah memiliki kemewahan untuk dapat bervakansi ke tempat yang jauh seperti
Indonesia Timur, serta (selayaknya) kemampuan berpikir untuk mengolah apa yang
ditemukan, dirasakan, dilihat untuk kembali menjadi modal dalam perbuatan dan
visi kedepannya. Maka pergilah ke Indonesia Timur, lengkapi khazanah kebangsaan
Anda dengan pesona timur yang selalu tak terduga. Pulang, dan sadarilah apa yang menjadi pekerjaan rumah kita.
5 comments:
Terima kasih adek Margartha dan teman yang sudah mengungyuni kampung kami di Rote-Timor-Wae Rebo. Semoga menjadi magnet bagi kita yang belum tau keindahan pulau karang ini,.semoga juga bisa menginspirasi kita semua...
Sama-sama! AMIIIN, minimal buat inner circle-ku dulu deh pada harus melihat Indonesia Timur! :))
Thanks udah sharing travelling nya, I must go there, kelimutu wae rebo, bajo dll
Thanks udah sharing travelling nya, I must go there, kelimutu wae rebo, bajo dll
Post a Comment