Sabtu-Minggu ini saya mengikuti kegiatan yang agak tidak
lazim diikuti anak hukum, non-hobiis, bukan pegadang, dan bukan pula ilmuwan. Berawal
dari poster lucu yang diteruskan Isna dan Wenni dari geng konservasinya, saya
mendaftarkan diri mengikuti Camp Herpetofauna di Gunung Pancar. Tanpa pikir
panjang, saya yang bahkan tidak tahu apa itu herpetofauna langsung mendaftar. Pikir
saya, lucu juga nih ke Gunung Pancar murah meriah, lalu belajar dari
narsum-narsum yang kayaknya keren-keren (walaupun saya juga nggak tahu satupun
orang-orangnya), dapat pengetahuan baru plus teman-teman baru, plus yang paling
penting, main ke gunung dan menghindari akhir minggu terbuang sia-sia.
Dan di situlah saya sedari kemarin hingga tadi pagi, tanpa sinyal, tanpa laptop: Camp Herpetofauna 2017. Paling tidak, ilmu pertama yang dapat saya
amalkan ke manusia-manusia awam sekalian adalah… H-1 saya akhirnya tahu apa itu
herpetofauna! Intinya, hewan yang perutnya menempel di tanah (atau permukaan di
mana mereka berpijak), yang kalau dalam pengelompokan ilmiah simpelnya kita
kenal sebagai reptil dan amfibi. Merayap, melompat, terbang, pokoknya kalau
nempel ke tanah, itu masuk ke herpetofauna.
Hal lain yang saya baru ketahui kemudian adalah… Ternyata cukup
banyak dan cukup niat juga ya penggemar reptil dan amfibi Indonesia. Acara yang
tadinya saya kira berisi anak-anak haha hihi semacam saya dan Isna (keduanya
anak hukum, datang tanpa ekspektasi dan tidak pernah punya pengalaman apapun
dengan reptil dan amfibi), ternyata diisi para hobiis, pengembangbiak, calon
ilmuwan, dan calon praktisi (dokter) herpetofauna dari berbagai tempat. Tidak
hanya dari Jakarta dan sekitarnya lho – para peserta dari Cirebon, Sukabumi, Bandung,
Jogjakarta, Pontianak, bahkan Ketapang! Bahkan, saya bertemu satu anak gadis
yang terbang sendiri (dengan inisiatif dan biaya sendiri) dari Pontianak untuk
mengikuti acara ini.
Jadi, acara apa sih ini sebenarnya? Kalau bahasa kerennya, #CampHerp2017
ini adalah forum capacity building yang
dibuat dengan metode semenarik mungkin – memadukan paparan para ahli beken,
praktek di lapangan serta pembelajaran secara aktif. Cie elah. Ya kira-kira
begitulah. Seperti tadi saya bilang, ada beberapa pembicara beken ya, ini nih
nama-namanya, kepoin deh, ternyata beneran beken lho. Ada yang dapat hibah
NatGeo dan bikin aplikasi citizen science
untuk pemantauan herpetofauna (Ibu Mirza “Miki” Kusrini), ada yang mbah-nya
pengembangbiakan ular (dan beberapa reptil lain) (Paul Ryan), ada ilmuwan kenamaan
yang semacam bank data herpetofauna dan punya akses hingga ke DNA mereka (Pak
Amir), ada yang ahli penanganan gigitan ular (Bu Tri), ada dokter hewan yang
(konon) paling paham reptil (Pak Slamet) dan sebagainya. Nih posternya yang
bikin saya dan Isna tergiur.
Dari enam set materi (plus satu observasi lapangan) yang
kami dapatkan, yang paling berkesan buat saya tentu saja herping (herpetofauna
monitoring) itu sendiri! Malam-malam, kami disuruh ke hutan di dekat curug,
lalu berjalan sesuai dengan trek yang ditentukan, dan… mencari kodok! Yaaa,
nggak cuma kodok sih, ada juga katak, kadal, cicak, bahkan ular. Ada tujuh
kelompok dengan trek yang berbeda-beda – dan apesnya, kami dapat trek yang point
start-nya paling jauh.
Naaaah, dari trip singkat ini, sebagai orang awam sejati
yang nggak tahu bedanya katak sama kodok dalam kehidupan nyata, saya bisa
berbagi tips buat kalian kalau ada temannya yang ngajak herping:
- Herping itu basically melakukan survey mengenai amfibi dan reptil apa saja yang ada di lokasi tertentu pada saat periode survey tertentu. Prakteknya, ini akan melibatkan (a) pendokumentasikan (baik dengan kamera maupun mencatat) amfibi/reptil yang ditemui; (b) mengambil / menangkap sementara reptil / amfibi yang ditemui untuk diidentifikasi lebih lanjut (yessss, kamu akan menangkap, memegang, dan mengambil kodok!); (c) mengidentifikasi amfibi / reptil yang kamu temukan dan melaporkannya sesuai dengan format (a.l. mencakup lokasi penemuan dalam parameter jarak dari sungai dan tinggi dari tanah saat hewan ditemukan; aktivitasnya saat itu; panjang tubuh, dll). Nantinya, ketika sudah selesai diidentifikasi dan dicatat, kita akan mengembalikan reptil itu ke alam liar. Maka itu, dalam herping, kita harus membawa peralatan yang cukup untuk memastikan si reptil ataupun amfibi yang kita “pinjam” dari alam bisa tetap hidup dan tenang selama dalam masa peminjaman;
- Dresscode: Pakai celana panjang dan hindari baju yang mencolok. Kalau nggak salah sih ini termasuk standar kemananan terkait dengan perilaku reptil/amfibinya, tapi saya lupa kenapa persisnya. Kedua, yang jauh lebih penting – sebaiknya pakai sepatu boots – as in, rainboots atau boots kebun (itu, yang kayak dipakai kuli-kuli sawit gitu) karena kita akan susur a.k.a. nyebur ke sungai. Bukan cuma loncat-loncat cantik dari batu ke batu ya. Jadi, kalau pakai sepatu, udah pasti akan basah.
- Herping dilakukan pada jam-jam tertentu. Berdasarkan catatan saya, sekitar jam 8-10 pagi dan jam 6-9 malam. Waktu kami herping sih telat banget, jam 11 baru mulai jalan. Nah, konon kata orang lokal, jam segini ular udah pada masuk. Tapi kodok, katak sama kadal masih ada sih.
Overall, it was so
much fun! Noh beberapa spoilernya:
Yang jelas, Quina sekarang sudah bisa megang kodok tanpa takut. Belum praktek sih kalau di alam, tapi tadi kalau dari kantong udah bisa kok. Demikianlah sekilas laporan awal Camping Herpetofauna 2017. Detilnya nanti yaaa, biar misterius-misterius gitu deh, dan biar pembaca pada kangen dan penasaran gitu kan sama aku (sambil kedip-kedip).
Quino berani megang cicak batu YAAWLOH |
Ular hasil tangkapan herping. Yang nangkep harus yang berpengalaman ya! Dan pakai hook! |
Banyak anak-anak bertalenta ajaib nih! |
Skill spotting amfibi/reptil: NOL
Yang jelas, Quina sekarang sudah bisa megang kodok tanpa takut. Belum praktek sih kalau di alam, tapi tadi kalau dari kantong udah bisa kok. Demikianlah sekilas laporan awal Camping Herpetofauna 2017. Detilnya nanti yaaa, biar misterius-misterius gitu deh, dan biar pembaca pada kangen dan penasaran gitu kan sama aku (sambil kedip-kedip).
No comments:
Post a Comment