Showing posts with label Mountains. Show all posts
Showing posts with label Mountains. Show all posts

Sunday, November 20, 2016

Pendakian Gn. Loser, TN Gunung Leuser via Kedah (3.404 mdpl) -- PART 1

Akhirnya saya menuliskan Leuser -- terima kasih kepada beberapa teman yang mengingatkan janji saya sebelum tahun berakhir: menulis Leuser. Bulan April lalu, tepatnya Senin, 25 April 2016 s.d. Jum'at, 6 Mei 2016, saya mendaki salah satu wishlist gunung impian saya: Gunung Leuser. Terima kasih untuk Dodo yang menikah di Medan, yang memberikan saya alasan untuk terbang ke Medan dan melanjutkan perjalanan ke TN Gunung Leuser. Di sini, saya hanya akan memberikan highlights dari pendakian ini.


Gunung Loser, Leuser atau Taman Nasional Gunung Leuser?


Mendaki Leuser memang cukup membingungkan dimulai dari nama gunungnya. Perlu teman-teman ketahui bahwa "Leuser" sebetulnya merujuk pada Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), yang merupakan kompleks taman nasional yang jauh lebih besar daripada jalur pendakian. Luas TNGL secara total mencakup 1.094.692 Ha, dan secara administrasi terletak di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Di TNGL, aktivitas petualangan yang bisa dilakukan tidak hanya mendaki. Mengunjungi habitat asli satwa liar (orangutan, badak Sumatera dan harimau Sumatera), mengunjungi lembaga yang mendedikasikan diri dalam konservasi orangutan (ini yang dilakukan Leonardo Di Caprio saat dia berkunjung ke Indonesia), bahkan berkunjung ke kebun-kebun ganja di belantara adalah beberapa aktivitas yang bisa kita lakukan tanpa harus melakukan pendakian ke Gunung Loser / Leuser.

Di sisi lain, Gunung Loser dan Gunung Leuser merupakan bagian dari TNGL, dengan sebagian jalur pendakiannya  termasuk wilayah TNGL. Ingat, Gunung Loser dan Gunung Leuser merupakan gunung yang berbeda, jadi pastikanlah kesepakatan dengan guide jelas menyatakan sampai titik mana kamu akan mendaki. Puncak Loser (3.404 mdpl) sendiri lebih tinggi dari Puncak Leuser (3.119 mdpl). Namun, dari arah Desa Kedah, kamu akan terlebih dulu sampai ke Puncak Loser, dan titik terakhir pendakian justru di Puncak Leuser. Total jarak tempuh pendakian ke Puncak Loser dari Desa Kedah adalah 47 km, sementara ke puncak Leuser kira-kira 50 km.


Jalur Pendakian Gn. Leuser (sumber: TN Gunung Leuser)

Menurut guide saya, dari puncak Loser ke Puncak Leuser membutuhkan waktu 3-5 jam (satu kali jalan) dengan jalur yang cukup terjal. Jadi, jika kamu ingin ke puncak Leuser, pastikan kamu berangkat pagi, membawa peralatan yang cukup (mis: webbing, carabiner) dan logistik yang cukup dari camp terakhir di Lapangan Bola. Pendakian saya hanya sampai ke Puncak Loser (3.404 mdpl), dan kami tidak melanjutkan turun ke Puncak Leuser karena pertimbangan waktu, peralatan, cuaca dan tentu saja mood. Apa yang saya maksud dengan mood? Guide saya, Mister Jaly, berhasil meyakinkan saya bahwa saya harus kembali ke Leuser dan mendaki dari jalur selatan.


Berapa lamakah total pendakian?


Total hari yang saya habiskan di gunung adalah 12 (dua belas) hari, dihitung dari pendakian hari pertama dari Pos Pendakian di Desa Kedah (dimulai "pagi" jam 10.20) hingga saya kembali ke Pintu Rimba di siang hari (jam 14.00). Rata-rata orang menghabiskan 14 (empat belas) hari sejak masuk hutan hingga kembali ke desa. Untuk perempuan, disarankan mengantisipasi perjalanan 16 (enam belas) hari.

Ingat, total waktu pendakian yang dihabiskan di gunung bergantung pada kesiapan fisik kita, jumlah orang dalam rombongan kita (makin banyak orang, perlu mengantisipasi pergerakan yang lebih lama), cuaca dan ketepatan jalur yang kita pilih.

Singkatnya, saya sampai di Puncak Loser pada hari kedelapan (tengah hari) dan langsung turun. Rata-rata kami menghabiskan waktu 6-9 jam per (semenjak meninggalkan pos tempat kami bermalam hingga sampai ke pos bermalam selanjutnya). Terdapat beberapa intermezzo (salah satunya mendapatkan kijang) dalam perjalanan yang membuat kami menghabiskan waktu lebih lama di satu tempat/lainnya. Di beberapa hari, kami berjalan lebih singkat (mis: sudah berkemah jam 3 sore) dengan pertimbangan jarak ke pos selanjutnya terlalu jauh dan ada kemungkinan kami akan berjalan malam jika melanjutkan perjalanan.

Secara umum, bagaimanakah medan pendakian? Apa pos-pos yang ditempuh?


Pos-pos pendakian dapat dilihat di peta Leuser di atas. Secara umum, pendakian ini lebih tepat disebut mendaki "ke Gunung Leuser," karena jalur pendakian Leuser adalah perbukitan yang harus ditempuh sebelum dapat mencapai Gunung Loser dan Leuser. Tidak banyak perbedaan antara pendakian pra dan pasca puncak, karena kontur jalur yang merupakan perbukitan, sehingga "naik dan turun gunung" sebenarnya dilakukan setiap harinya. Pada saat "turun gunung" kembali ke Desa Kedah pun, kita akan menemui bukit-bukit tanjakan yang sangat curam. Saya menghabiskan waktu 5 (lima) hari dan menciderai lutut saya justru ketika kami dalam perjalanan pulang.


Sebagian jalur pendakian Leuser dilihat dari atas pesawat

 Anyway, secara ringkas, beginilah gambaran pos-pos pendakian dan waktu tempuhnya:



Hari 1
10.20 – 12.45
12.45 – 14.15
16.00 – 18.30
Tropical Rainforest Lodge – Tobacco Hut
Tobacco Hut – Pintu Rimba
Pintu Rimba – Simpang Air [CAMP]
Hari 2
09.00 – 10.00
10.30 – 11.45
13.00 – 15.00
15.15 – 17.30
Simpang Air – Bivak 1
Bivak 1 – Pemandian Burung*
Pemandian Burung* – Puncak Angkasan
Puncak Angkasan – Kulit Manis I [CAMP]
Hari 3
09.00 – 10.10
11.00 – 12.00
12.40 – 14.30
Kulit Manis I – Kulit Manis II
Kulit Manis II – Kulit Manis III
Kulit Manis III – Lintasan Badak [CAMP]
Hari 4
08.30 – 10.00
10.30 – 12.15
13.00 – 15.00
15.15 – 15.45
16.30 – 18.00
Pepanji
Singamata*
Pintu Rimba Padang Rumput*
Padang Rumput / Blang Beke
Camp Sungai Alas [CAMP]
Hari 5
09.00 – 10.00
10.15 – 12.15
13.10 – 16.30
Camp Sungai Alas – Rantau Panjang
Rantau Panjang – Kolam Badak
Kolam Badan – Bivak III [CAMP]
Hari 6
09.00 – 10.55
11.45 – 13.50
15.00 – 17.30
Bivak III – Camp Putri
Camp Putri – Bivak Kaleng
Bivak Kaleng – Bivak Batu [CAMP]
Hari 7
09.00 – 10.30
11.00 – 11.15
11.15 – 12.15
13.00 – 15.00
Bivak Batu – Sungai Krueng Kluet*
Sungai Krueng Kluet* – Camp Krueng Kluet
Krueng Kluet – Simpang Tanpa Nama
Simpang Tanpa Nama – Lapangan Bola [CAMP]
Hari 8
09.00 – 10.00
10.00 – 11.00
Lapangan Bola – Gerbang Puncak Loser
Gerbang Puncak Loser – Puncak Loser
(Perjalanan kembali s.d. Krueng Kluet) [CAMP]


*) Merupakan shelter interim, bukan camp besar sehingga mungkin tidak tampak di peta
 

 Yang unik, jika kamu sering mendaki di Jawa / gunung-gunung "rekreasi," tentu kamu akan terkejut dengan liarnya Leuser. Di hampir setiap pos hampir tidak ada penanda maupun fasilitas. Informasi mengenai jarak tempuh antar pos juga sangat minim di internet, dan tentunya tidak ada secara fisik di jalur.

Guide saya sangat membantu dalam menentukan titik perhentian kami selanjutnya (dan waktu perhentiannya juga). Rata-rata, dalam sehari kami melewati 3 (tiga) pos. Saya selalu mendapatkan waktu istirahat yang cukup di antara perjalanan dari pos satu ke pos selanjutnya, thanks to cigarette break yang selalu dimanfaatkan guide dan porter saya. Istirahat pendek biasanya dilakukan setelah berjalan 30 menit - 1 jam, saya usahakan maksimum 15 menit. Istirahat panjang berlangsung antara 30 menit - 1 jam, biasanya di pos pendakian atau di shelter interim.

Sekian dulu pengantar singkat pendakian Leuser ini! Selanjutnya, saya akan buatkan tulisan yang lebih detail untuk menceritakan guide dan porter saya, satwa dan tumbuhan yang kami jumpai, hiburan kami di belantara, percakapan-percakapan menarik, manajemen logistik, dan lain-lain! Jika kamu ingin rikues, silakan tinggalkan komentar!

Tuesday, July 23, 2013

Merasakan Pendakian: Gn. Cikuray, Garut


Di hari itu, puasa adalah kontemplasi untuk menemukan Tuhan dalam lapar dan haus. Karena itu kami mendaki dengan berpuasa.


Pemandangan dari puncak Cikuray

Sabtu, 20 Juli 2013
Pendakian melalui Pemancar
Margaretha Quina, Budi Susilo, Huda Robbani

Kami memilih gunung tangguh yang dari jauh tampak begitu galak dengan puncak curam menukik, Cikuray. Rutenya pendek, tapi kemiringan yang berkisar 60-80 derajat dengan medan tangga-tangga akar yang membuat dengkul bertemu dagu bukan perkara mudah. Sejak awal saya optimis kami akan sampai, hanya antisipasi terhadap sakit maag saya yang terbilang parah. Huda yang ternyata justru tidak yakin bahwa puasa hari itu akan tunai. Kami bertiga cepat dan kuat, dan dari sisi mental, Budi dan Huda adalah favorit saya. Tapi saya dan Budi masih sangat hijau dalam berpuasa: kedua kalinya bagi saya untuk berpuasa secara penuh, dan bahkan pertama kalinya untuk Budi. Maka, pertaruhan mental hari itu dimulai.

Pencarian akan perasaan lapar dan haus di hari itu kami buka dengan sahur di bus. Ada bias antara kontemplasi perasaan "memanusiakan diri" dengan gengsi dan hasrat akan pencapaian. Ketika saya bertemu orang dan bilang kami akan mendaki sambil puasa, tentu sedikit banyak saya sedang bersombong ria. Saya tidak tahu di hari itu saya memilih yang mana, mungkin keduanya, tapi saya tahu kalau maag saya kambuh di tengah jalur, kecil kemungkinan saya akan membatalkan puasa. Rasa sakit memiliki kenikmatannya sendiri, untuk membuat manusia menyadari kekecilan dan kelemahannya dan kemudian menyadarkan kita betapa "normal" adalah situasi yang bisa begitu mewah. Tapi yang paling utama, gengsi saya terlalu tinggi untuk menyerah pada diri sendiri.

Pos 1 sampai Pos 3 kami lalui dengan biasa saja, terbilang cepat meskipun saya sempat tidur di Pos 2. Kecepatan kami semakin memotivasi perjalanan, dan dengan istirahat yang kilat hanya di setiap pos, kami justru merasa semakin bugar. Tips ini terkadang juga baik diterapkan dalam trekking biasa: jangan minum sering & banyak. Selepas Pos 3, saya mulai harus mencari alternatif untuk melepas rasa haus. Udara adalah pengganti yang bisa dikompromikan untuk air, dan di saat seperti itu bernafas dalam-dalam adalah karunia yang mewah. Saya mengimajinasikan udara yang masuk ke epiglotis akan menguap menjadi air, dan otak saya untungnya bekerja sama untuk mengembalikan kesegaran badan hanya dengan sehirup dua hirup udara. Pos 6 ke Pos 7 merupakan cobaan yang lebih berat. Jarak yang ditempuh cukup panjang, 45 menit, ketika pos-pos lain tak ada yang lebih dari 30 menit. Saat itu otak yang tarik menarik meminta badan dimanjakan beristirahat makin sering kalah daya positifnya untuk terus berjalan. Belum lagi, saat itu hujan dan saya membawa payung. Hanya orang yang cari masalah yang membawa payung ke medan seterjal Cikuray, terutama ketika sebenarnya saya bertubuh pendek. Cukup emosional, tapi sejujurnya cobaan yang saya hadapi masih dalam level menengah ke bawah. Melihat lumut, rasanya mau saya renggut lalu memeras airnya ke tenggorokan, tapi sekilas lalu saja. Melihat hujan, saya sempat tengadah ingin mencuri teguk gerimis, tapi segera kehilangan berminat karena sulitnya. Lalu tanpa terasa, kami mencapai puncak Cikuray. Tidak sesulit yang dibayangkan. 3 jam 45 menit semenjak start.

Distraksi adalah poin yang berperan positif dalam puasa. Kami menghabiskan waktu di puncak, yang biasanya kami gunakan untuk makan dan minum, dengan mendistraksi diri untuk berfoto. Tidak ada orang, hanya kami bertiga. Maka kami mulai berfoto narsis. Selanjutnya kami langsung turun, yang ternyata cukup lama karena jalur yang terjal dan licin. Dulu, pertama kali saya dan Huda ke sini, kami berlari. Namun demi keamanan kali ini langkah harus kami lambatkan. Hampir 3 jam kemudian, kami sampai di bawah. Maag saya belum kambuh. Tapi saya haus. Mungkin tidak sehaus itu, tetapi saya biasa dimanjakan dengan minuman segar dan camilan enak setelah kami sampai ke bawah. Selebrasi. Perayaan kesuksesan bahwa satu gunung telah ditunaikan lagi dan bahwa kenikmatan dunia tidaklah jauh lagi. Sementara saat itu, semua akses pada kopi, air, gorengan, tersedia. Namun kami tidak bisa menjamahnya. Selebrasi kami hanya sebatas ucapan selamat dan tatapan bangga satu dengan yang lain. Apa daya, kami terlalu cepat, baru jam 3. Masih 3 jam lagi baru berbuka.

Yang tidak saya duga, justru dalam 3 jam terakhir itulah cobaan yang sesungguhnya. Gunung ternyata membuat kita lebih mudah menahan diri, karena fokus pada puncak dan pulang, serta ketiadaan pilihan. Meskipun kami punya air dan camilan di tas, tapi kami bisa tetap menyimpannya dalam tas dan menganggapnya tak ada. Tidak demikian dengan pedagang dan kota, yang dipadu dengan perasaan "kami habis mendaki dengan berpuasa dan sekarang harusnya waktu pesta pora" - semua terpampang di depan wajah kami untuk menggoda rasa lapar dan haus. Kami kekurangan distraksi dan selama satu jam terakhir bahkan saya hanya memelototi tukang es yang membungkuskan dagangannya buat pembeli.

Saat adzan berkumandang merupakan puncak kebahagiaan dan haru di hari itu. Air putih yang saya teguk terasa sebagai minuman paling enak di seluruh dunia, dan saya menikmati detik-detik di mana saya merasa begitu manusia. Sekilas, tapi perasaan itu begitu penting buat saya. Kami bertiga saling berbangga sambil melahap es khas Garut yang entah apa namanya segera membuat kami kenyang. Pertaruhan kami sampai di sini. Maag saya tidak kambuh dan permainan emosi ternyata tidak mencapai level tinggi. Kami senang. Dan hari itu, Tuhan memberi kesempatan buat kami menang.


"Di hari-hari ini saya berpuasa—dan apakah gerangan yang tumbuh dalam diri saya? Sesuatu yang menghargai yang fana dan sebab itu berterima kasih atas setiap momen empati? Atau sesuatu yang meminta dihormati, karena aku adalah sebuah prestasi, sebuah posisi di atas sana, di mana yang kekal dan sempurna mengangkatku?" - Caping: Goenawan Mohamad, 220809

Wednesday, July 10, 2013

Gunung Guntur (2.249 mdpl)

6 - 7 Juli 2013;
Margaretha Quina, Fallissa A. Putri, Arif W. Brago, Willem Tansian, & Rekamount Team;
Pendakian melalui Jalur Citiis.

Pemandangan dari Puncak Gn. Guntur

TRANSPORTASI
  • Dari terminal Kampung Rambutan, Jakarta, naik bus menuju Garut (Prima Jasa Rp 42.000,00). Terdapat banyak pilihan dan bus tersedia sampai dengan tengah malam (lebih kurang hingga jam 1 subuh)
  • Pilihan pertama, berhenti di alun-alun Tarogong, lalu langsung menumpang truk pasir (gratis / berikan uang rokok saja). Seringkali di pagi hari truk pasir ini melewati seberang alun-alun Tarogong ke arah Citiis. Mereka cukup terbiasa memberikan tumpangan kepada para pendaki hingga spot penambangan pasir yang dekat jalur menuju Citiis. Cukup katakan kepada supir truk untuk menurunkan di dekat jalur pendakian.
  • Pilihan kedua, berhenti di Terminal Guntur, Garut. Kemudian lanjutkan dengan angkot ke Cipanas, turun di gerbang Kampung Citiis (Rp 5.000,00). Kemudian lanjutkan dengan truk pasir seperti pada pilihan pertama.

PENGINAPAN

Terdapat banyak penginapan di Cipanas, salah satu yang pernah dicoba penulis adalah Lugina (Rp 100.000,00/malam), dengan kamar double bed yang dapat diisi hingga 4 orang, dilengkapi kipas angin, kamar mandi dengan bak air panas, serta teras yang cukup luas. Losmen yang cukup terkenal ini terletak di dekat pemberhentian akhir angkot Cipanas, di sebuah gang di sebelah kiri jalan. Untuk pilihan lain dapat melihat Daftar Pengingapan di Website Resmi Pemkab Garut

BASECAMP & PENDAFTARAN

Pendakian Gn. Guntur belum terkelola dengan baik, tidak ada basecamp yang secara khusus dikelola untuk pendaki. Perizinan disarankan, akan tetapi masih atas dasar kesadaran pendaki. Pendaftaran dilakukan di rumah Ibu RW (Ibu Tati), yaitu rumah terakhir yang dijumpai sebelum masuk ke penambangan pasir. Rumah ini cukup mudah dikenali karena merupakan satu-satunya rumah dengan warung. Jika melakukan pendaftaran, maka harus melakukan konfirmasi kepulangan setelah turun.

Sampah merupakan isu di penambangan pasir Gn. Guntur, sekaligus penanda "pintu masuk"

JALUR PENDAKIAN CITIIS

Tidak ada penanda khusus dalam jalur ini. Secara umum, bentang alam yang dapat dijadikan patokan meliputi:
  • Tambang Pasir
  • Curug Citiis*)
  • Bebatuan curam*)
  • Sabana
  • Puncak Bohong
  • Puncak 1 dan Puncak 2

Tambang Pasir - Curug Citiis

Waktu tempuh: + 30 menit - 1,5 jam

Pintu masuk menuju jalur pendakian berada di sebelah kanan di dekat tebing penambangan pasir, ditandai dengan pohon dengan banyak pita-pita pink bergelantungan. Jalan setapak cukup jelas terlihat. Ikuti saja jalan tersebut menuju hutan hingga menemui sungai. Setelah melewati sebuah dam kecil, jika ingin langsung menuju Sabana, maka ikuti jalan setapak ke arah kiri.**) Jika ingin melewati jalan hutan dan melewati Curug Citiis, maka seberangi sungai dan ambil jalan setapak ke arah kanan.

Untuk jalan ke arah Curug Citiis, medannya merupakan jalan tanah yang tidak terlalu menanjak dengan hutan yang cukup rindang di sebelah kanan dan sungai di sebelah kiri. Jalur cukup jelas, dan sesampainya di curug, akan terlihat sebuah shelter yang dapat dipakai sebagai landmark. Curug Citiis meruipakan sumber air terakhir di Gn. Guntur.

Curug Citiis - Bebatuan Curam - Sabana

Waktu tempuh: 1 jam - 2 jam

Dari shelter, seberangi sungai dan akan tampak sebuah batu besar. Dari spot ini, jalur ke atas selama sekitar 1 jam berupa bebatuan curam yang cukup terbuka. Suara sungai masih akan tetap terdengar dan terkadang sungai masih dapat terlihat di sisi kanan. Penghujung bebatuan curam ditandai dengan sebuah tanah lapang yang cukup untuk sekitar 2 tenda, yang merupakan penanda bahwa medan pendakian akan segera menjadi sabana terbuka setelah melewati beberapa menit medan perpaduan sabana dan rerimbunan. Dari situ, jalur masih cukup jelas dan tidak terdapat percabangan-percabangan yang fatal. 

Sabana - Puncak Bohong

Waktu tempuh: 2 jam - 4 jam

Ikuti jalur ke arah Sabana, di awal-awal jalur selepas rerimbunan padang ilalang cukup tinggi. Akan tampak bekas lava yang cukup besar dan jalur dari bebatuan mengarah pada lava beku tersebut. Terdapat jalur menurun dari dinding lava dan kemudian naik lagi ke atas, ikuti jalur tersebut sehingga bekas lava akan berada di sebelah kanan. Jalur yang akan ditemui cukup jelas, berkerikil tipis, dengan beberapa lava beku yang masih dapat di awal-awal jalur. Terdapat beberapa pohon pinus di kanan kiri jalur, dan dari sini tambang pasir di bawah maupun puncak bohong di atas tampak jelas. Dari jalur ini, tampak jalur paralel lain yang berdekatan dan juga mengarah ke puncak. Terkadang, terdapat pijakan alternatif pada ilalang yang dapat mempermudah pendaki untuk naik dan turun dibandingkan jalur kerikil yang licin. Puncak yang tampak dari jalur ini dinamakan Puncak Bohong, yang ditandai dengan sebuah batu besar yang dikenal sebagai Batu Bohong.

Pemandangan dari jalur Sabana menuju Puncak Bohong
Puncak sejati (Puncak 2) Gn. Guntur

Puncak Bohong - Puncak 1 - Puncak 2

Waktu tempuh: + 30 menit - 1,5 jam

Dari Puncak Bohong, jalur menuju puncak sejati relatif lebih mudah dan lebih landai. Puncak 2, yang merupakan puncak sejati ditandai dengan tanah lapang dengan bendera Merah Putih (tentative), serta terdapat batuan semen persegi panjang kira-kira setinggi lutut. Terdapat 2 alternatif: 

Alternatif 1 yaitu dengan mengikuti jalur ke arah kanan tanpa melewati Puncak 1. Jalur ini awalnya landai, dan kemudian akan langsung nampak Puncak 2 dengan melewati jalur berkerikil.

Alternatif 2 mengikuti jalur ke arah Puncak 1 yang tampak dari Puncak Bohong. Terdapat jalur yang cukup jelas, yang kemudian menuruni punggungan Puncak 1 lalu mendaki tanpa jalur hingga ke Puncak 2 yang tampak cukup jelas. Dari awal punggungan Puncak 2, ikuti jalur ke arah kanan. Pijakan relatif lebih stabil dan jalur lebih pendek. Jika sedang berkabut, sebaiknya jangan mengambil jalur ini.

[keterangan tambahan]
  • Lihat juga tulisan di blog Mount In Black mengenai Pendakian Guntur. Cukup informatif dan tidak bertele-tele;
  • Foto-foto Gn. Guntur di Facebook penulis pada pendakian ini (foto-foto diambil pada Juli 2013 oleh Arif W. Brago)
  • Di seberang puncak sejati (Puncak 2) Gn. Guntur, terdapat puncak Masigit, yang dapat ditempuh selama 15 - 45 menit perjalanan.

[lesson learn]

Sekalipun cukup mudah bagi pendaki yang cukup berpengalaman, Gn. Guntur bukan merupakan gunung yang "semudah itu" jika ingin membawa pendaki perdana. Kerikil tipis disertai medan yang kemiringannya berkisar 40 - 75 derajat dengan panas yang menyengat merupakan tantangan tersendiri terutama dalam perjalanan turun. Salah satu peserta dalam pendakian kali ini bahkan menangis beberapa kali dikarenakan medan yang sangat curam dan licin, sehingga secara psikologis "menakutkan" dan memberikan sugesti tergelinding. Peserta lainnya tergelinding secara ekstrim (hingga terdapat pose kaki di atas kepala) 2 kali. Pendakian "tektok" (mendaki dan turun dalam sehari) hanya disarankan bagi pendaki yang sudah teruji kecepatan dan konsistensi waktunya.

Note:
*) Terdapat jalur alternatif yang langsung ke Sabana tanpa melewati Curug Citiis dan bebatuan curam. 
**) Jika mengambil jalur ke kiri, maka pendakian akan langsung menuju sabana melalui jalur tanah berkerikil tipis yang cukup licin. Di awal-awal, terdapat beberapa batuan berundak-undak yang cukup mempermudah. Jalur ini langsung menuju ke arah sabana (see: Sabana - Puncak Bohong) dan lebih pendek dibandingakan melewati Curug Citiis, akan tetapi cukup sulit dikarenakan medan kerikil yang licin dan sabana terbuka yang panas 

Tuesday, November 27, 2012

Gunung Agung (3142 mdpl)

16-17 Agustus 2012
Margaretha Quina
Pendakian melalui Jalur Besakih

TRANSPORTASI
  • Opsi 1: Kendaraan pribadi. [dalam perjalanan ini: motor] Menggunakan motor, dapat ditempuh selama 2-3 jam perjalanan dari Denpasar ke arah Klungkung. Motor dan helm dapat dititipkan ke warung di dekat Pura Besakih.
  • Opsi 2: Kendaraan umum. Dari terminal Ubung perjalanan dilanjutkan ke Klungkung menggunakan bis ¾. Setelah itu berganti kendaraan dengan angkutan umum yang berupa minibus menuju Besakih. Berhenti di Pura Besakih.
  • Opsi 3: Pick-up service. [jika menggunakan jasa guide atau travel agent] Biasanya travel agent menawarkan pula jasa penjemputan dan pengembalian turis. 

PENGINGAPAN & WARUNG

Tidak ada tempat penginapan ala Basecamp yang memungkinkan di sekitar Pura Besakih. Bagaimanapun daerah tersebut memiliki banyak hostel / rumah penduduk yang dapat diinapi. Terdapat beberapa warung serta toilet umum di dekat pura. Perbekalan basah berupa ketupat, pepes, air mineral, dapat ditemukan di pagi – sore hari di warung tersebut. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, dapat diparkir di dekat Pura dengan menitipkan kepada pemilik warung. 

BASECAMP & PENDAFTARAN

Pendaftaran dilakukan di Kepolisian Sektor Rendang, dari arah Denpasar berada di sebelah kiri jalan. Dibutuhkan fotokopi KTP/Passport dan biaya pendaftaran Rp 10.000,-

JALUR PENDAKIAN

Tidak terdapat penanda Pos ataupun Shelter di Gunung Agung. Secara umum landmark yang dapat ditemukan adalah:
  • Pura Besakih
  • Pura Telaga Mas
  • Batu Tulis / Boycamp
  • Puncak Agung

Pura Besakih – Pura Telaga Mas

Waktu tempuh: 45 menit
Jika ditempuh dengan berjalan kaki, dapat mengikuti jalanan aspal atau melalui kebun penduduk. Jika tidak bersama orang yang paham jalur, tidak disarankan melalui kebun. Sebenarnya hingga Pura Telaga Mas masih bisa ditempuh dengan motor/mobil, dan parkir di depan Pura Telaga Mas. Di depan pura terdapat bale-bale, namun tidak terdapat toilet di sini. Terkadang, ada ibu-ibu yang menjual kopi/makanan instan. Biasanya orang lokal akan bersembahyang dahulu di pura ini sebelum melanjutkan perjalanan.

Pura Telaga Mas – Batu Tulis (Boycamp)

Waktu tempuh: 5 jam – 7 jam
Sebenarnya jalur cukup jelas apabila dilakukan di pagi hari. Dari Pura Telaga Mas, ikuti jalan ke arah hutan, dan ambillah jalur yang mengarah ke kanan. Selama perjalanan, akan ditemui beberapa pura, ditandai dengan banyaknya canang yang ditempatkan di pangkalnya. Setengah perjalanan, terdapat percabangan jalan kecil ke arah kanan, yang merupakan jalan ke arah pura lain dimana terdapat sumber air, namun letaknya sangat jauh. Ikuti jalur utama yang terus lurus. Vegetasi berupa pepohonan rimbun masih akan meneduhkan hingga mencapai Batu Tulis. Batu Tulis sendiri merupakan tebing-tebing batu raksasa yang cukup luas, dan merupakan tempat ideal untuk menyaksikan matahari tenggelam ataupun bermalam. Tepat sebelum Batu Tulis dimungkinkan mendirikan tenda, namun tempatnya sangat kecil. Biasanya pendaki akan tidur di balik batu-batu besar atau cerug-cerug tanpa tenda, cukup dengan sleeping bag atau raincoat mengingat suhu di Gunung Agung cenderung hangat.

Padang ilalang saat golden sunset di Boycamp

Batu Tulis – Puncak Agung

Waktu tempuh: 1,5 jam – 3 jam
Dari Batu Tulis, tidak lagi ditemukan vegetasi hingga Puncak Agung. Pertama-tama akan ditemui jalur yang berbatu-batu curam, selanjutnya berpasir tanpa jalur dengan kanan kiri jurang, disarankan jangan terpisah terlalu jauh dari pendaki lain. Pemandangan lampu-lampu kota dan bintang terlihat jelas di sini. Puncak sejati Agung adalah puncak ketiga setelah melewati 2 puncak semu. Jalan menuju puncak sejati curam dan sempit, seringkali pula disertai angin yang cukup kencang.

Cotton field saat matahari tenggelam di Gn. Agung
Matahari terbit dari puncak Gn. Agung
Gn. Batur dan Gn. Abang dari puncak Gn. Agung

KETERANGAN TAMBAHAN

  • Perjalanan turun cukup licin dan berdebu, hati-hati apabila berlari.
  • Referensi lain dapat dilihat di http://www.indobackpacker.com/2004/10/30/gunung-agung-2/ (catatan: terdapat kesalahan dalam menyebutkan terminal Ubud; yang dimaksud adalah terminal Ubung)
  • Terdapat pantangan yang perlu diperhatikan ketika mendaki Gunung Agung:
1.       Tidak diperkenankan naik bagi wanita yang sedang mengalami menstruasi
2.       Tidak boleh membawa daging babi dan/atau sapi, dalam bentuk apapun

[opini subjektif / pelajaran kali ini]

  • Pendakian Gunung Agung biasanya dilakukan selama 1 hari yang dimulai tengah malam dan berakhir di siang hari. Jangan terburu-buru! Gunung Agung menyimpan keindahan luar biasa pada saat matahari terbenam, di malam hari, dan juga saat matahari terbit. Pendakian di pagi hari dengan menginap di Boycamp, lalu dilanjutkan summit attack untuk matahari terbit sangat disarankan.
  • Beberapa referensi menyebutkan bahwa pendakian melalui Pura Besakih diwajibkan didampingi guide. Sebenarnya, hal ini tidak mutlak berlaku. Secara administratif ketika melakukan pendaftaran, mandatory guide tidak dipermasalahkan bagi pendaki lokal yang telah mengetahui medan. Untuk informasi & dasar hukum yang lebih akurat, silakan hubungi Polsek Rendang (mohon share jika mengetahui nomornya)
  • Menurut beberapa teman Mapala di Bali, justru guide-lah yang terkadang ‘menemukan’ pendaki yang bingung kemudian mengharuskan digunakannya jasa guide untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Di sisi lain, jalur Besakih memang memiliki rekaman ‘orang tersesat’ yang cukup banyak.
  • Jika ingin mendaki Gunung Agung dengan menghindari guide, berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan. Namun patut diingat bahwa keselamatan harus tetap diutamakan, jangan mendaki tanpa pemahaman mengenai jalur.
1.       Gunakan Jalur Selat (Pasar Agung) atau Budakeling; atau
2.       Jika ingin melalui Besakih, mendakilah pada pagi hari. Kebanyakan pendakian dilakukan pada malam hari untuk mengejar matahari terbit, lalu segera turun kembali. Dengan mendaki di pagi hari, probabilitas dicegat guide lebih kecil;
3.       Mendakilah bersama orang lokal / komunitas Mapala. Manfaatkan event pendakian rutin atau pendakian massal, carilah informasi melalui jejaring sosial.

Saturday, October 13, 2012

Gunung Arjuno (3339 mdpl) & Welirang (3156 mdpl)


27 – 29 Agustus 2012;
Huda Robbani & Margaretha Quina;
Pendakian Gunung Arjuno melalui jalur Tretes (Pasuruan, Jawa Timur)

Gunung Arjuno


TRANSPORTASI
  • Dari terminal Arjosari, Malang, menumpang bus tujuan Surabaya (Bungurasih) dan berhenti di Pandaan (Rp 10.000), vice versa. Biasanya bus paling malam berangkat pukul 22.00, atau lebih cepat.
  • Dilanjutkan dengan ojek (Rp 20.000) / angkot (Rp 7.000) ke Tretes, turun di depan Hotel Tanjung. Basecamp Arjuno-Welirang terletak di seberang hotel Tanjung.
  • Apabila ingin memulai pendakian dari Pet Bocor, dapat menumpang ojek (Rp 15.000) dari depan Basecamp.

PENGINAPAN

Apabila berencana untuk bermalam di Tretes dan mulai mendaki di pagi hari, banyak terdapat penginapan (villa / hotel, bukan hostel) di Tretes, namun dimungkinkan pula untuk tidur di depan (bukan di dalam) basecamp.

BASECAMP & PENDAFTARAN

Pendaftaran Arjuno & Welirang dapat dilakukan pada saat itu juga di Basecamp. Syaratnya adalah menitipkan kartu identitas (KTP/KTM/Passport) dan melapor kembali pada saat turun. Tidak ada jam operasional yang pasti bagi Basecamp Arjuno Welirang, petugas akan menutup Basecamp apabila diperkirakan tidak ada lagi pendaki yang naik / turun, biasanya di atas pukul 22.00.

JALUR PENDAKIAN TRETES

  • Pos PHPA Tretes
  • Shelter 1: Pet Bocor
  • Shelter 2: Kokopan
  • Shelter 3: Pondokan
  • Puncak Arjuno / Puncak Welirang

Pos PHPA (Basecamp) Tretes – Pet Bocor

Waktu tempuh: + 30 menit
Dapat ditempuh melalui bagian samping Basecamp (melewati palang) dengan mengikuti jalur berbatu hingga menemukan simpang 3, lalu belok ke kiri. Alternatif lain adalah terus naik ke atas dari Basecamp mengikuti jalan motor. Pet Bocor ditandai dengan sebuah warung dan tanah lapang yang dapat dipakai berkemah.

Pet Bocor – Kokopan

Waktu tempuh: + 2 jam – 4 jam
Hanya ada satu jalur dari Pet Bocor ke Kokopan yang merupakan jalan menanjak berbatu-batu yang sebagian besar tidak dinaungi pepohonan rindang. Jika pendakian dilakukan pada siang hari, sebaiknya pendaki menyiapkan peralatan tempur untuk melindungi diri dari sengatan matahari. Terdapat beberapa jalur pintas yang cukup jelas di sebelah kiri jalan melalui semak-semak. Di Kokopan terdapat juga warung yang biasanya buka di akhir minggu, namun tidak dapat dipastikan kapan warung ini buka/tutup. Selain itu, di Kokopan dapat ditemukan sumber air yang cukup melimpah dan mudah diambil.

Kokopan – Pondokan

Waktu tempuh: + 3 jam – 5 jam
Jalur utama Kokopan – Pondokan juga sangat jelas, namun sedikit lebih teduh dibandingkan perjalanan Pet Bocor – Kokopan. Setengah jalan pertama masih relatif gersang, namun setelah itu di kiri kanan dapat ditemui hutan yang indah dengan lebih sedikit jalur pintas. Pondokan ditandai dengan plang “Pondokan” dan perkampungan penambang belerang. Terdapat petunjuk ke arah atas (lurus) untuk menuju Puncak Welirang, dan ke arah kiri untuk menuju Puncak Arjuno. Tenda dapat didirikan di ujung atas (ke arah Welirang) perkampungan penambang, sebelum vegetasi. Di Pondokan ini juga terdapat sumber air, namun seringkali kering di musim kemarau.

Pondokan – Puncak Arjuno

Waktu tempuh: + 2jam – 4 jam
Perjalanan ke Puncak Arjuno melewati jalur yang setapak yang ditandai dengan pita-pita di sepanjang jalur. Ikuti saja pita-pita ini, maka pendaki akan sampai ke puncak Arjuno setelah melewati 3 puncak semu. Puncak Arjuno terdiri dari batu-batu besar dan merupakan puncak paling ujung, sekitar 30 menit – 1 jam dari puncak semu pertama.

Awan badai di perjalanan menuju puncak Arjuno

[catatan: Lembah Kijang]
Setelah berjalan lebih kurang 30 menit, pendaki akan melihat sebuah lembah yang disebut sebagai Lembah Kijang. Terdapat sebuah pos resmi di ujung Lembah Kijang dimana terdapat sumber air, yang biasanya masih tersedia di musim kemarau ketika tidak ada air di Pondokan. Di pos ini, pendaki juga dapat mendirikan tenda. Namun, apabila mengikuti jalur pita-pita di atas, pendaki akan langsung naik ke punggungan yang mengarah ke puncak, bukan turun ke lembah. Seringkali pendaki tersesat di lembah ini ketika turun, karena tidak ada petunjuk arah yang jelas. Di dekat pos, ada sebuah plang “Rawan Kebakaran”; apabila anda tersesat, ambillah jalur naik dari lembah di dekat plang tersebut, lalu belok kanan ke arah Pondokan atau belok kiri ke arah puncak.

Pondokan – Puncak Welirang

Waktu tempuh: + 2 jam – 3 jam
Perjalanan ke Welirang melalui sebuah jalan setapak yang cukup lebar, berpasir dan berdebu, yang biasa digunakan oleh penambang belerang untuk membawa belerang dalam gerobak. Jalurnya sangat jelas dan hanya ada satu jalur utama, walaupun begitu terdapat jalur pintas di sebelah kiri jalan melalui hutan di atas jalur utama. Mendekati puncak, pendaki akan menemukan jalur berbatu yang tersusun rapih berundak-undak ke arah kanan (biasanya terpasang pita di perdu) yang merupakan jalur ke arah puncak Welirang. Jangan mengikuti jalur pasir, karena merupakan jalur ke tambang belerang. Gas belerang akan terasa di siang hari, sebaiknya summit Welirang dilakukan sebelum siang. Puncak sejati Welirang ditemukan setelah 3 puncak semu.

Kawah belerang di dekat puncak Welirang
[keterangan tambahan]


[opini subjektif: pelajaran kali ini]

  • ·         Jika ingin mendaki Arjuno & Welirang dalam satu pendakian, sebaiknya gunakan jalur Tretes. Pendakian combo dapat ditempuh dalam 3 hari:
1.       Hari Pertama: Berangkat pagi dari sekitar jam 7, tuntaskan hingga tiba di Lembah Kijang (lebih kurang 20 – 30 menit dari Pondokan) ke arah Arjuno, lalu bermalam dan istirahat.
2.       Hari Kedua: Summit attack Arjuno dimulai pukul 7 – 8 pagi, lalu kembali ke camp dan segera berbenah menuju Pondokan.
3.       Hari Ketiga: Summit attack Welirang dimulai pukul 5 pagi, lalu kembali ke Tretes hari itu juga.
  • Jangan melintasi Lembah Kijang di malam hari karena medannya yang ilalang dengan banyak cabang berpotensi menyesatkan. Jika ingin kembali ke Pondokan setelah summit Arjuno, usahakan saat masih terang.
  • Di musim kemarau, air rawan dan butuh perbekalan ekstra. Sumber air terakhir yang aman dan pasti ada di Kokopan. Komunikasi dengan pendaki lain yang baru turun mengenai ketersediaan air sangat penting.
  • Hati-hati meninggalkan barang bawaan / tenda pada saat summit attack. Kebanyakan pendaki membawa seluruh barang pada saat summit attack karena pernah terjadi kasus kehilangan. Antisipasi dengan gembok & membawa barang-barang penting jika ingin meninggalkan tenda.
  • Jangan lupa membawa masker untuk mengantisipasi angin / bau belerang. Terkadang angin sangat kencang di puncak Welirang.